BisaApa.id | Problem terkait Jaminan Hari Tua (JHT) terus menuai kritik dari berbagai pihak, terutama dari pihak buruh atau pekerja. Bahkan ada yang membuat petisi penolakan dengan respon mencapai 341.592 orang tanda tangan, Lalu mengapa JHT menjadi polemik?
Ternyata yang menjadi polemik adalah
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
Tata cara pencairan JHT itu ditetapkan oleh Kemnaker, Ida Fauziah.
Aturan tersebut berisi manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diberikan kepada peserta pada saat mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun.
Baca Juga: Diduga PT. Setya Angung Ingkar Janji, SMUR Berikecaman
Namun hal itu mendapat penolakan dari para buruh, aturan tersebut dinilai merugikan buruh. Sehinggi petisi penolakan tersebut di tanda tangani banyak orang.
Menurut penulusuran BisaApa.id pada Senin (14/2/2022) petisi yang dibuat melalui website Change.org oleh Suharti Ete sudah mencapai 341.592 tanda tangan.
Menurut Suherti, dengan aturan baru itu buruh yang di PHK atau mengundurkan diri, baru dapat memanfaatkan dana Jaminan Hari Tuanya itu saat usia pensiun.
“Jadi kalau buruh/pekerja di-PHK saat berumur 30 tahun maka dia baru bisa ambil dana JHT-nya di usia 56 tahun atau 26 tahun setelah di-PHK. Padahal saat ini dana kelolaan BPJS Tenaga Kerja sudah lebih dari Rp 550 Trilyun,” jelas Suherti.
Baca Juga: Gubernur Nova Komit Perkuat Ekonomi Syariah di Aceh
Jaminan Hari Tua (JHT) merupakan program yang diluncurkan oleh Kementerian Ketenaga Kerjaan (Kemenaker) yang berguna sebagai dana yang dipersiapkan agar pekerja di masa tuanya memiliki harta sebagai biaya hidup di masa sudah tidak produktif lagi.
“Karena itu, uang JHT sudah seharusnya diterima oleh buruh di usia pensiun, cacat total, atau meninggal dunia. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN)” ucap Kepala Biro Humas Kemnaker, Chairul Fadhly Harahap dalam dalam konferensi presnya pada Sabtu (12/22) lalu.
Dalam PP tersebut, jelas Chairul, juga telah ditetapkan bahwa yang dimaksud masa pensiun tersebut adalah usia 56 tahun, “Skema ini untuk memberikan pelindungan agar saat hari tuanya nanti pekerja masih mempunyai dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jadi kalau diambil semuanya dalam waktu tertentu, maka tujuan dari perlindungan tersebut tidak akan tercapai,” paparnya.
Lebih lanjut, Suherti mengatakan dalam petisinya bahwa buruh sangat membutuhkan dana untuk modal usaha setelah di PHK.
“Padahal kita sebagai pekerja sangat membutuhkan dana tersebut untuk modal usaha setelah di PHK . Di aturan sebelumnya pekerja terkena PHK atau mengundurkan diri atau habis masa kontraknya bisa mencairkan JHT setelah 1 bulan resmi tidak bekerja,” tegasnya.
Discussion about this post