Banda Aceh, BisaApa.id | Forum Mahasiswa Aceh Dunia disingkat dengan FORMAD menggelar diskusi soal situasi politik terkini di Negara Tunisia secara daring (online) via media sosial Instagram, pada Senin 27 Juli 2021.
Siaran langsung tersebut dipandu oleh Kun Misbahul Munawar mengundang Muhammad Yasir Adnan sebagai mahasiswa Pascasarjana Islamic Civilisation and Culture Dialogue, Universite Ezzitouna Tunisia yang berasal dari Buket Rata, Kota Lhokseumawe.
Dalam diskusi tersebut FORMAD membahas tentang eskalasi politik Tunisia yang mana Presiden Tunisia-Kais Saied, pada hari Minggu tanggal 25 Juli 2021 telah mengambil alih otoritas daripada eksekutif setelah memberhentikan Hicham Mechichi sebagai Perdana Menteri.
Baca Juga: Dua Mahasiswa USM Lolos Kompetisi Nasional Matematika dan Ilmu Pengetahuan
“Adapun eskalasi politik di Tunisia terjadi karena adanya ribuan masyarakat melakukan aksi protes terhadap penanganan pandemi Covid-19,” ujar Muhammad Yasir dalam paparan diskusinya.
Aksi yang dilakukan masyarakat tersebut berakhir dengan kerusuhan antara pendukung Presiden Kais Saied dan partai terbesar dalam koalisi pemerintahan yaitu Ennahdha di depan gedung parlemen Tunisia yang melibatkan adanya tindakan militer memblokade gedung parlemen tersebut.
Menurut Yasir, Tunisia sebagai negara yang berpenduduk sekitar 12 juta telah mengalami krisis dalam menangani pandemi Covid-19 yang menyebabkan 18.000 orang meninggal dunia. Meskipun telah belalunya satu dekade sejak revolusi tahun 2011 yang menggulingkan diktator Zine El Abidine Ben Ali.
Baca Juga: USK Wajibkan Vaksin Covid-19 Bagi Mahasiswa Baru
“Tunisa terus melalui masa dinamika politik yang menghalangi upaya pemerintahan Negara untuk kembali bangkit dengan politik yang terpecah-belah, sehingga tidak mampu membentuk pemerintahan yang efektif,” ujarnya.
Lanjutnya, sejak Presiden Kais Saied terpilih pada tahun 2019, Ia telah menghadapi situasi pertikaian dengan mantan Perdana Menteri Hichem Mechichi dan Ketua Parlemen Rached Ghannouchi ketika Afrika Utara menghadapi krisis ekonomi dan berjuang untuk meningkatkan respons yang efektif terhadap penanganan pandemi.
Tindakan Presiden Kais Saeid tentang pengumuman memberhentikan Hicham Mechichi sebagai Perdana Menteri merupakan tindakan yang luar biasa dan dianggap telah sesuai dengan merujuk pada Pasal 80 Konstitusi Negara Tunisia.
Baca Juga: Dua Mahasiswa USM Lolos Kompetisi Nasional Matematika dan Ilmu Pengetahuan
“Seorang presiden boleh mengambil langkah apapun yang dirasa perlu ketika jalannya pemerintahan, keamanan, dan kedaulatan Tunisia dalam bahaya. Namun, langkah tersebut hanya boleh diambil usai konsultasi dengan parlemen, perdana menteri, dan mahkamah konstitusi,” terang Yasir
Kata Yasir, tindakan ini memutuskan: pertama, memberhentikan Perdana Menteri Hicham Mechichi; kedua, Presiden Kais Saeid sebagai penguasa negara dan mengawasi seluruh otoritas eksekutif; ketiga, mengangkat Perdana Menteri baru di bawah pengawasan Presiden Republik;
keempat, Presiden Republik sebagai pengawas Kantor Kejaksaan; kelima, pembekuaan parlemen dengan merujuk kepada konstitusi yang tidak mengizinkan pembubarannya; keenam, menjalankan negara melalui keputusan dari Presiden Republik; dan ketujuh, mengangkat kekebalan para wakil rakyat.
Baca Juga: HIMPASAY Gelar Diskusi Publik Demokrasi Sebagai Pilar Pembangunan Aceh
“Adapun reaksi dari masyarakat Tunisia yang menunjukkan kegembiraan serta merayakan keputusan Presiden Kais Saeid tersebut dengan membanjiri jalan-jalan di ibu kota,” tandasnya.
Meskipun begitu Presiden Kais Saeid menegaskan bahwa tindakan yang dilakukannya telah sesuai dengan konstitusional, maka Ketua Parlemen Rached Ghannouchi menuduh presiden meluncurkan “kudeta” terhadap revolusi dan konstitusi.
Sehingga Rached Ghannouchi melalui pendukung Partai Ennahda meminta untuk melakukan aksi turun ke jalan sebagai bentuk penentangan terhadap kudeta.
Sementara itu, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) yang dipimpin Duta Besar Republik Indonesia untuk Tunisia Prof. Ikrar Nusa Bakhti menghimbau seluruh WNI termasuk mahasiswa yang berada di Tunisia untuk tidak keluar dari kediaman tempat tinggal apabila tidak ada keperluan dan kepentingan yang mendesak. Hal itu dilakukannya untuk mengantisipasi kerusuhan atau pemberontakan susulan.
Discussion about this post