Aceh Utara, BisaApa.id | Maraknya kasus pelecehan seksual membuat perempuan dan anak menjadi korban di Aceh. Pemenuhan hak-hak korban dan pendampingan juga belum sepenuhnya terpenuhi.
Hal itu dijelaskan Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Aceh Utara, Eliyati saat diwawancarai BisaApa.id pada Sabtu (25/12/2021).
“Sejauh ini belum ada fasilitas dan pendampingan secara khusus yang diberikan oleh pemerintah maupun dinas terkait untuk korban-korban, rumah singgah belum ada rumah aman juga belum ada,” ujar Eli.
Baca Juga: Kakek Tua di Aceh Utara Tega Cabuli Anak Dibawah Umur
Dalam melakukan pendampingan terhadap korban, P2TP2A Aceh Utara menjalin kerja sama dengan beberapa pihak untuk pendampingan dan pemenuhan hak-hak korban.
“Kita melakukan pendampingan terhadap korban misalnya Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Visum, kita juga telah membangun kerja sama dengan pihak Rumah Sakit Cut Mutia untuk biaya visum terhadap korban itu gratis,” jelasnya.
Dikatakan Eli, pihaknya juga menjalin kerja sama dengan Yayasan atau Panti yang layak dijadikan rumah singgah untuk korban. Kerja sama tersebut membuah hasil dengan adanya tiga titik rumah singgah di Aceh Utara saat ini.
Baca Juga: Anak Dibawah Umur Diperdagangkan ke Pria Hidung Belang di Aceh Utara
“Kita merahasiakan rumah singgah nagi korban karena itu tempat untuk berlindungnya korban, kalau memang korban tidak nyaman dirumah ditempat tinggal korban bisa kita pindahkan ke rumah singgah,” terangnya.
Meskipun belum ada fasilitas dan pendampingan yang memadai untuk korban, P2PT2A terus melakukan koordinasi dengan lintas sektoral untuk pendampingan dan pemenuhan hak korban seperti Dinas Sosial dan Baitul Mal.
P2TP2A sendiri memiliki kekurangan dan kendala disarana dan prasana untuk mendukung kerja-kerja pendampingan.
“Bagaimana kita bisa beri pendampingan dan layanan yang maksimal jika 27 kecamatan 852 Desa di Aceh Utara hanya sepuluh orang pendamping, ini menjadi kekurangan kita dalam melakukan pendampingan terhadap korban” katanya.
Baca Juga: Bejat ! Ayah Perkosa Anak Tiri Berusia 13 Tahun di Aceh Utara
Lebih lanjut Eli berharap Lemerintah tidak menutup mata pada kasus-kasus kekerasan dan pelecehan seksual perempuan dan anak, harus ada dorongan perlindungan di setiap sektor.
Menurutnya selama ini kasus kekerasan dan pelecehan seksual hanya menjadi tangungjawab layanan tidak ada gerakan bersama dalam menuntas kasus tersebut.
“Aceh ini sudah ada qanun untuk penyelesaisan kasus kekerasan seksual hanya belum diberlakukan seutuhnya, kedepan pemerintah harus ada sebuah tindakan dan dorongan misal seperti ada perlindungan perempuan dan anak di setiap Gampong, ini menjadi tugas bersama bukan hanya tanggung jawab lembaga layanan,” demikian kata Eli.
Discussion about this post