Muhammad Husni Thamrin, lahir di Jakarta 16 Februari 1894. Ia merupakan salah satu pahlawan nasional yang diangkat melalui Surat Keputuaan Presiden RI No. 175/1960 pada tanggal 28 juli 1960.
Setelah menamatkan sekolah setingkat SMA. Muhmmad Thamrin sempat berpindah-pindah kerja sebelum akhirnya bekerja di Koninklikje Pkaetvaart Maatschappij (KPM) atau kongsi pelayaran Belanda dengan gaji yang cukup besar.
Namun Thamrin berjiwa sosial tinggi memilih untuk menjadi anggota Dewan dari pada tetap bekerja di KPM. Sebagai anggota Dewan Kota dia dapat mempengaruhi Pemerintah menciptakan lingkungan yang baik.
Semenjak jadi anggota Dewan Kota dimensi perjuangan Thamrin bertambah luas, namanya semakin dikenal banyak orang karena kecakapannya yang menonjol.
Pada tahun 1927 dia menerima tawaran untuk bekerja di Volksraad, sejak itu lingkup pekerjaan Thamrin bertambah luas, tidak hanya meliputi Jakarta tetapi seluruh Indonesia.
Pada tahun 1927-1930 masalah Poenale Sanctie menjadi perhatian masyarakat, Poenale Sanctie adalah hukuman yang dikenal oleh para penguasa perkebunan Belanda terhadap para kuli yang melakukan kesalahan.
Para kuli yang melakukan kesalahan itu dipukul atau dicambuk seperti hewan, para anggota Volksraad termasuk Thamrin mendesak Pemerintah untuk menyelidiki kasus tersebut.
Akhirnya Pemerintah Belanda mengutus Thamrin dan Kusumo Utoyo. Mereka menyaksikan sendiri penderitaan para kuli perkebunan akibat Peonale Sanctie tersebut, hasil penyelidikan mereka, dituangkan dalam pidato Thamrin pada Januari 27 tahun 1930.
Pidato tersebut mendapat tanggapan yang luas dari dalam maupun luar Negeri, karena tekanan publik dan desakan Internasional akhirnya Peonale Sanctie dihapuskan.
Melalui berbagai organisasi, diantaranya PPPKI (Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia), perhimpunan kaum akademi Indonesia, Parindra dan Gabungan Politik Indonesia (GAPI).
Thamrin banyak menyuarakan kepentingan bangsa, dan mengecam Pemerintah Belanda, akhirnya Pemerintah Belanda menganggap Thamrin cukup berbahaya dan dia dikenakan tahanan rumah.
Meskipun saat itu dirinya sudah mulai sakit-sakitan, dia tidak boleh dikunjung siapapun kecuali dokter pribadi dan keluarga terdekatnya. Sekalipun demikian perhatiannya pada perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak berkurang, dia masih mengirim pesan kepada kaean-kawan secara merata.
Husni Thamrin menghembus nafas terakhir pada 11 Januari tahun 1941.
Discussion about this post