Aceh Timur, BisaApa.id | Pembangunan Sumatran Rhino Sanctuary (SRS) atau Suaka Badak Sumatera resmi dibangun di Aceh Timur, tepatnya di Desa Rantau Panjang, Kecamatan Simpang Jernih.
Peletakan batu pertama pembangunan Suaka Badak Sumatera itu dilakukan oleh Bupati Aceh Timur, Hasballah M. Thaib pada Kamis 11 November 2021.
Bupati Aceh Timur Hasballah M. Thaib mengatakan bahwa, pembangunan SRS ini diharapkan dapat terlaksana dengan baik dan bisa berdampak untuk kesejahteraan masyarakat setempat.
Selain itu, Ia juga mengharapkan kepada masyarakat untuk tidak merusak lingkungan dengan cara perambahan hutan dan pemburuan, karena untuk alasan peningkatan ekonomi dapat dimanfaatkan hutan dengan tidak merusak.
Baca Juga: Kasus Pembunuhan Gajah Tanpa Kepala di Aceh Timur Disidangkan
“Dengan selamatnya hutan, Aceh Timur akan terhindar dari bencana khsusnya bencana banjir. Sehingga dengan selamatnya hutan akan selamat manusia dan habitatnya,” ujar Rokky sapaan akrab Bupati Aceh Timur.
Rokky menambahkan, Pemerintah Daerah mendukung penuh program ini. Karena menurutnya, dengan adanya SRS ini, selain bisa membangkitkan ekonomi masyarakat juga bisa melindungi satwa yang terancam punah.
“Dengan adanya Suaka Badak Sumatera, ekonomi jalan satwa dan hutan selamat. Program ini demi suksesnya Aceh Timur. Yang penting juga satwa dilindungi yang hampir punah dapat terselamatkan. Mudah-mudahan ini bermanfaat buat Aceh Timur dan untuik dunia internasional,” harapnya.
Kemudian, Direktur Pengelolaan Kawasan Konservasi KLHK, Jefry Susyafrianto, MM mengatakan kegiatan tersebut melibatkan semua unsur untuk bertanggungjawab untuk menyelamatkan Badak Sumatera yang sudah langka.
Baca Juga: Berhasil Ungkap Pelaku Pembunuh Gajah, Kapolres Aceh Timur Beri Penghargaan ke 17 Personel
“Kita menyadari bahwa masyarakat adalah garda terbaik untuk melindungi hutan. Sehingga kita perlu perhatikan ekonomi masyarakat, ini merupakan jalan keluar untuk mensukseskan kegiatan ini,” papar Jefry Susyafrianto.
Ia menuturkan, peletakan batu pertama pembangunan SRS ini sebagai tahap awal proses pembangunan sarana dan prasarana pendukung pengelolaan SRS, juga bagian dari rangkaian kegiatan rencana aksi darurat penyelamatan Populasi Badak Sumatera 2018-2021.
Keputusan tersebut ditetapkan oleh Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Nomor: SK.421/KSDAE/SET/KSA.2/12/2018 serta menjadi implementasi dari upaya pengawetan jenis khususnya Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) di Provinsi Aceh untuk menghindari bahaya kepunahan.
“Untuk menjaga kemurnian genetik dan keanekaragaman jenis, memelihara keseimbangan dan kemantapan ekosistem sebagaimana diamanatkan pada pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, serta pasal 3 Qanun Aceh Nomor 11 tahun 2019 tentang pengelolaan satwa liar,” jelas Jefry.
Ia menambahkan, pembangunan SRS dilaksanakan oleh Konsorsium Badak Utara yang terdiri dari Forum Konservasi Leuser (FKL), Aliansi Lestari Rimba (ALerT), Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala dan Fakultas Kedokteran Hewan IPB University, dengan dukungan dari TFCA-Sumtera serta dari Bupati Aceh Timur dan Steering Committee.
Baca Juga: Kapolres Aceh Timur Pimpin Sertijab, Berikut Nama Pejabat Baru Wakapolres dan Kasat Narkoba
“Kelancaran dan keberhasilan proses pembangunan SRS di Kabupaten Aceh Timur didasarkan atas konsistensi komitmen serta dukungan dari semua pihak, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, Media massa, Masyarakat setempat dan Mitra lainnya,” terangnya.
Jefri juga menyampaikan, hasil kegiatan monitoring terhadap kantung-kantung populasi Badak di Pulau Sumatera ini menunjukan bahwa ekosistem hutan di Provinsi Aceh merupakan satu-satunya habitat yang masih asri.
Serta diharapkan pelaksanaan pengelolaan SRS dapat menjadi wahana semua pihak dalam upaya pelestarian Badak sumatera sebagai asset hayati kebanggaan masyarakat Aceh dan bangsa Indonesia.
“Badak sumatera merupakan salah satu jenis satwa liar dilindungi di Indonesia ini yang harus terus kita lakukan,” pungkasnya.
Acara tersebut turut disaksikan oleh Direktur Pengelolaan Kawasan Konservasi-Direktorat Jenderal KSDAE, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Aceh, Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Aceh Timur, Konsorsium Badak Utara, Direktur Tropical Forest Conservation Action (TFCA) – Sumatera dan beberapa tokoh masyarakat setempat.
Discussion about this post